Situ Rawa Arum, Wangi Alami yang Tersembunyi di Kota Cilegon
Cilegon sebelumnya hanya populer sebagai kota industri. Tak heran jika potensi wisata di kota penghasil baja kurang mendapat perhatian dari khalayak. Padahal, Cilegon menyimpan sejumlah surga wisata tersembunyi yang memiliki eksotisme tersendiri, salah satunya Situ Rawa Arum.
Seperti diketahui, situ atau setu merupakan istilah yang lazim dipakai untuk menyebut danau atau telaga berukuran kecil. Istilah tersebut banyak digunakan oleh masyarakat wilayah Pulau Jawa bagian barat, seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
Sebagai contoh, wilayah DKI Jakarta memiliki sejumlah situ, di antaranya Situ Babakan, Situ Lembang, Situ Pademangan, dan beberapa yang lainnya. Jawa Barat pun demikian, ada Situ Gunung di Sukabumi, Situ Cangkuang di Garut, Situ Gede di Bogor, serta masih banyak lagi. Sedang di Provinsi Banten juga terdapat beberapa situ, salah satunya Situ Rawa Arum.
Baca juga: Pantai Florida Banten: Destinasi Wisata Lokal Favorit Wisatawan
Satu-Satunya Danau di Cilegon
Situ Rawa Arum terletak di Kecamatan Grogol, tepatnya di Lingkungan Tegalwangi, Kelurahan Rawa Arum. Pusat pemerintahan Kota Cilegon berjarak sekitar lima kilometer dari danau seluas 10 hektar ini.
Situ Rawa Arum dapat menjadi objek wisata alternatif bagi wisatawan yang mengunjungi Kota Cilegon. Hamparan air situ menawarkan pemandangan alam eksotis dengan latar perbukitan dan pegunungan. Udaranya masih belum banyak terkena polusi, sehingga relatif sejuk dan segar. Apalagi dengan suasana yang tenang, semakin pas jika danau ini disebut sebagai lokasi relaksasi yang tepat di tengah hiruk pikuknya kesibukan.
Meski berada di dekat pemukiman penduduk, pamor objek wisata alam satu ini kurang dikenal secara luas. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah setempat menyadari potensi wisata Situ Rawa Arum.
Oleh karenanya, kemudian pemerintah setempat melakukan pengembangan dengan menyediakan sejumlah fasilitas. Mulai dari papan penunjuk jalan menuju ke lokasi, hingga fasilitas-fasilitas yang dibangun di area situ, seperti area parkir, tempat ibadah, tempat duduk dan istirahat, serta warung-warung makanan dan minuman.
Sarana transportasi umum menuju ke tempat wisata pun sudah cukup memadai. Wisatawan dari luar kota yang menggunakan kendaraan sendiri bisa mengikuti papan penunjuk jalan yang memudahkan. Bagi pengguna angkutan umum, dapat memanfaatkan bus atau angkutan kota menuju terminal Kecamatan Purwakarta. Lalu melanjutkan perjalanan dengan memesan ojek hingga tiba di lokasi.
Pengembangan tersebut belakangan mulai menunjukkan dampaknya. Selain memperoleh pemandangan alam, kesejukan, dan relaksasi, wisatawan pun dapat mengaksesnya secara gratis. Kini makin banyak orang, khususnya warga Cilegon yang menyasar Situ Rawa Arum sebagai tujuan wisata singkat mereka. Bahkan objek wisata tersebut kian ramai dikunjungi, baik pada hari biasa maupun momen-momen liburan.
Asal Usul Situ Rawa Arum
Nama Situ Rawa Arum bukan disematkan tanpa alasan. Masyarakat setempat telah menyadari sejak awal bahwa danau mungil ini memiliki bau harum. Jika ada pertanyaan tentang siapa tokoh yang memberi nama Situ Rawa Arum, maka jawabannya adalah Ki Ageng Ireng.
Beliau adalah pemimpin Desa Telaga, sebuah kawasan pemukiman yang menjadi cikal bakal Kelurahan Rawa Arum masa kini. Desa Telaga sendiri berdiri pada zaman Kesultanan Banten. Kini desa tersebut sudah tidak ada lagi, karena bencana alam yang terjadi lebih dari seabad lalu.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Gunung Krakatau pernah meletus selama beberapa kali. Salah satu yang paling monumental adalah letusan yang terjadi pada 26 Agustus 1883. Peristiwa letusan dahsyat itu mengakibatkan dua per tiga bagian dari Gunung Krakatau runtuh. Sementara dampaknya pada wilayah sekitar juga tak kalah hebat.
Pulau Jawa dan Sumatera terpisah, Selat Sunda pun terbentuk akibat peristiwa erupsi ini. Pulau-pulau kecil di sekitar Krakatau lenyap. Tsunami setinggi kira-kira 40 meter menyapu daerah-daerah sekitar, terutama wilayah selatan Pulau Sumatera dan Jawa bagian barat. Sementara Cilegon dan Desa Telaga merupakan salah satu daerah yang terdampak.
Ketika itu, Ancaman tsunami memaksa Ki Ageng Ireng membawa rakyatnya untuk mencari perlindungan ke Pegunungan Merak. Selama tiga minggu penduduk meninggalkan desa. Kemudian setelah Tsunami surut dan Ki Ageng Ireng memerintahkan penduduk untuk kembali turun ke desa.
Tapi alangkah terkejutnya mereka ketika tiba dan mendapati Desa Telaga telah musnah tertutup air laut. Menurut Sawiri, sesepuh Rawa Arum, gempa bumi telah melumat Desa Telaga hingga membentuk cekungan yang akhirnya diisi air laut oleh gelombang tsunami.
Ki Ageng Ireng berinisiatif mendirikan pemukiman penduduk sementara di sekitar danau air asin tersebut. Niatnya sambil menunggu air surut, tetapi bertahun-tahun air di cekungan itu tetap menggenang. Uniknya, bahkan air yang tadinya asin berangsur-angsur menjadi tawar.
Pada akhirnya hamparan air banyak ditumbuhi vegetasi teratai putih. Bunga teratai putih mengeluarkan aroma yang harum, bahkan lebih menyengat saat malam hari. Inilah mengapa kemudian Ki Ageng Ireng menyebut genangan air tsunami tersebut dengan nama Situ Rawa Arum.
One comment
Cahyo
23/02/2023 at 6:37 AM
oke kaka..terimakasih infonya…