Warna merah mendominasi sebuah bangunan berpagar dinding kokoh yang memiliki arsitektur kompleks. Gerbangnya berupa gapura yang di atasnya bertengger sepasang patung naga. Sekilas, dua binatang mitologi khas China ini seakan berperan sebagai penjaga. Berlokasi di Jalan Bakti No. 14, Sukasari, Tangerang, Banten, bangunan itu adalah Klenteng Boen Tek Bio. Area tersebut merupakan kawasan pemukiman warga Tionghoa. Masyarakat lebih akrab mengenalnya sebagai Pecinan Pasar Lama.
Klenteng Boen Tek Bio memiliki luas total 2.955 meter persegi. Di mana bangunan utama menempati area seluas 1.655 meter persegi. Sedang sisanya berupa halaman, koridor, dan sejumlah bangunan pelengkap.Denah komplek rumah ibadah terbagi menjadi empat bagian. Pertama, halaman yang berbatasan langsung dengan bagian serambi dan ruang ibadah utama. Keduanya berdiri di tengah, dikelilingi sejumlah bangunan pelengkap yang membentuk huruf U terbalik.
Klenteng Boen Tek Bio merupakan tempat pemujaan utama bagi Dewi Kwan Im. Meski demikian, terdapat pula sejumlah dewa dewi pelindung. Biasanya pemujaan terhadap dewa dewi pendukung juga dilakukan untuk sejumlah keperluan khusus. Setiap ruangan pada bangunan sayap terhubung oleh koridor dengan kusen bulat tanpa daun pintu. Masing-masing memiliki altar untuk sesembahan kecil. Beberapa ruangan juga difungsikan untuk berbagai keperluan, seperti menyimpan pusaka dan gudang peralatan ritual.
Selain itu, terdapat sejumlah area tambahan. Salah satunya Dhammasala atau ruang ibadah modern untuk umat Buddha. Kemudian ada pula sejumlah area taman, tempat cuci tangan, kantor, dan sekolah. Area ini berusia jauh lebih muda daripada bangunan utama dan sayap-sayap yang mengelilinginya.
Baca juga: Museum Benteng Heritage, Pesona Tionghoa di Tangerang
Sejarah Klenteng Boen Tek Bio
Klenteng Boen Tek Bio berdiri kokoh melewati perubahan zaman. Rumah ibadah khas Tionghoa tersebut memiliki sejarah cukup panjang, beriringan dengan berdirinya Kota Tangerang.
Boen Tek Bio sendiri adalah istilah dalam bahasa Hokkian. Boen berarti kepandaian, tek berarti kebajikan, dan bio bisa berarti benteng atau tempat ibadah. Jadi, boen tek bio dapat diartikan sebagai tempat ibadah untuk menjadi manusia yang diliputi kebajikan dan kepandaian.
Sejumlah sumber mengungkapkan angka berbeda mengenai tahun berdirinya Klenteng Boen Tek Bio. Ada yang mengatakan bahwa rumah ibadah ini mulai dibangun sejak 1771. Ada pula yang membantahnya, dengan menyebutkan bahwa Klenteng Boen Tek Bio sudah berdiri pada 1684.
Namun di luar perbedaan tersebut, semua sepakat bahwa komunitas Tiongkok di Tangerang-lah yang membangun Klenteng Boen Tek Bio. Komplek ini merupakan pusat pemukiman warga Cina Benteng yang berbentuk petak sembilan. Letaknya berdekatan dengan Sungai Cisadane dan memiliki feng shui yang baik.
Proses konstruksi dimulai dengan pembangunan area tengah, yakni serambi dan ruangan suci utama. Pada awalnya masih berupa bangunan mirip rumah khas Tiongkok biasa.
Pada tahun 1844, komunitas Tiongkok merenovasi bangunan ini. Lagi-lagi dengan mendatangkan para ahli bangunan dari negeri asalnya. Renovasi inilah yang kemudian mengubah fasad bangunan klenteng menjadi seperti sekarang.
Kedatangan para tukang kayu dan ahli bangunan Tiongkok memberikan perbedaan besar. Arsitektur Boen Tek Bio lebih kental dengan nuansa China dibandingkan dua klenteng lain di Tangerang.
Pembangunan berlanjut beberapa tahun kemudian, tepatnya 1875. Kala itu Klenteng Boen Tek Bio memulai masa perluasan, awalnya dengan menambahkan bangunan sayap kiri dan kanan.
Pada masa-masa berikutnya, perluasan kembali terjadi sebanyak dua kali. Pertama, bangunan belakang ruang suci utama pada tahun 1904. Kedua, pendirian komplek bangunan modern pada tahun 1976. Kiranya inilah pemugaran terakhir yang pernah terjadi pada Klenteng Boen Tek Bio.
Arsitektur Bangunan Klenteng
Arsitektur Boen Tek Bio cenderung mirip dengan gaya bangunan di China bagian selatan. Indikasi itu terpampang jelas saat melihat bagian atapnya. Sementara denah komplek menggunakan jenis siheyuan yang simetris.
Area klenteng sendiri menghadap ke selatan dengan dua pintu masuk. Pintu utama di selatan, sedang yang kedua di sebelah timur. Umumnya klenteng dilengkapi dengan pintu gerbang. Namun pembuatan gerbang di Boen Tek Bio tidak memungkinkan, karena komplek berada di persimpangan jalan.
Gerbang diganti menjadi pagar besi. Masuk lewat sini langsung menuju halaman dan bertemu dengan sepasang tempat pembakaran (hiolo). Halaman berlapis ubin merah kasar, dengan cat kuning sebagai penanda setiap undakan. Pada bagian barat laut berdiri sebuah lonceng perunggu. Lalu ada pula hiasan sepasang patung singa dari batu yang berdiri tepat sebelum teras depan.
Teras depan merupakan area persegi panjang yang ditopang tiga tiang merah berhias relief naga emas. Di sini terdapat tempat pembakaran uang kertas (jin lu) berbahan besi padat. Kemudian area sembahyang dengan empat meja altar, masing-masing ditempati jenis item yang berbeda.
Berlanjut ke bangunan utama yang juga menghadap ke selatan. Bagian ini dibiarkan terbuka, menyambung dengan serambi depan. Sementara tiga sisi lainnya berdinding batu bata berlapis semen.
Bangunan utama cukup tinggi, dengan langit-langit bermotif mutiara naga. Sedangkan atapnya terdiri dari dua, masing-masing untuk ruang utama dan serambi. Keduanya mengombinasikan model atap jurai dan atap pelana, dengan sudut-sudut lancip yang melengkung ke atas. Pada bagian atasnya terdapat dua naga penjaga di sudut kiri dan kanan atap.
Altar di ruangan suci berupa meja sesembahan. Di sinilah sesembahan utama di Klenteng Boen Tek Bio, Dewi Kwan Im berada. Patung Dewi Kwan Im ditemani dua patung dewa pelindung, yakni dewa Kwan Seng Tee Kun dan dewa Hok Tek Ceng Sin.
Sementara itu, dekorasi ruangan dipenuhi berbagai ornamen khas. Sebut saja relief bunga teratai, papan kayu bertuliskan aksara China, serta aneka lukisan timbul dari kayu yang menambah estetika.