Rampak Bedug Banten: Kesenian Perkusi Bernuansa Religi

06/10/2021 0
Rampak-Bedug-Kesenian-Khas-Asal-Banten-1140px-x-740px.jpg

Hadir sebagai negara dengan keberagaman suku membuat Indonesia memiliki kekayaan budaya yang begitu besar. Bahasa daerah misalnya. Menurut sumber berita yang ada di halaman Kominfo, Indonesia memiliki kurang lebih 742 bahasa daerah atau dialek. Selain bahasa daerah, kesenian tradisional Tanah Air juga sangat bervariasi. Kalau Anda tinggal di daerah Banten, pasti tidak asing dengan nama Rampak Bedug. Buat yang belum tahu apa itu kesenian Rampak Bedug Banten dan bagaimana sejarah kemunculannya, simak sampai habis tulisan berikut ini, yuk!

Rampak Bedug sebagai Kesenian Khas Banten

Menurut istilah, “Rampak” merujuk pada kata serempak, sementara “Bedug” merujuk pada media informasi tradisional yang biasa digunakan masjid-masjid untuk menandakan masuknya waktu shalat wajib 5 waktu. 

Bila diartikan, Rampak Bedug merupakan kesenian khas Banten yang menampilkan pertunjukan berupa tabuhan bedug yang dilakukan secara serempak hingga menghasilkan irama musik yang enak didengar. 

Dengan kata lain, Rampak Bedug ini adalah pengembangan dari ngadulag atau seni bedug. Jika ngadulag bisa dimainkan oleh sembarang orang, Rampak Bedug hanya dimainkan oleh mereka yang sudah profesional. 

Mulanya, kesenian Rampak Bedug digelar untuk kepentingan religi seperti menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Namun, seiring berjalannya waktu, Rampak Bedug dianggap sebagai pertunjukan yang menarik serta menjadi kesenian yang berharga dan perlu dilestarikan. 

Jika disimpulkan, kesenian Rampak Bedug Banten memiliki 3 nilai utama yaitu:

  1. Nilai hiburan bagi masyarakat yang menyelenggarakannya
  2. Nilai religi, yakni Rampak Bedug digelar untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Di sisi lain kesenian ini kerap menjadi pertunjukan yang menyemarakkan kegiatan ibadah tarawih, takbiran, shalawatan, dan marhabaan. 
  3. Bernilai ekonomis, masyarakat biasanya mengundang seniman Rampak Bedug guna memeriahkan suatu acara, seperti festival, pernikahan, atau khitanan. Itu sebabnya kesenian ini bersifat ekonomis, karena para pemainnya dapat menerima penghasilan dari keahliannya bermain Rampak Bedug.  

Tabuhan bedug memang menjadi daya tarik utama pada kesenian ini. Penonton akan sangat antusias ketika penabuh mulai melakukan atraksi yang dilakukan secara kompak. Selama pertunjukan, penabuh berusaha menampilkan kemampuan terbaik mereka dalam menghasilkan irama musik bedug. 

Demi mengalunkan nada-nada yang bervariasi, selain bedug terdapat pula alat musik penunjang seperti tingtir—alat perkusi dari batang pohon kelapa yang berfungsi sebagai penyelaras lagu. 

Ada juga anting karam yang dibuat dari pohon jambu dengan lilitan kulit kendang dan berfungsi sebagai pengiring lagu serta tarian yang ada. Sementara itu, bedug besar akan berperan sebagai nada bas dan bedug kecil untuk mengatur tempo sekaligus membangun dinamika musik.

Dalam penampilannya, Rampak Bedug juga diiringi oleh para penari yang bergerak dinamis nan atraktif mengikuti hentakan beduk. Inilah yang membuat pertunjukan menjadi lebih meriah.

Mengenai gerakan, pada dasarnya tarian yang ada di Rampak Bedug tidak memiliki gerakan khas. Semuanya bersifat kreatif, sehingga bisa saja gerakan berubah-ubah di gelaran Rampak Bedug satu dengan lainnya. 

Seperti kesenian lainnya, setiap pemain Rampak Bedug akan menggunakan busana yang menarik. Untuk pemain beduk yang didominasi oleh kaum laki-laki, mereka akan menggunakan busana ala pesilat plus sorban khas Banten.

Sedangkan untuk penari yang dipenuhi oleh kaum perempuan umumnya menggunakan busa tari-tari tradisional. Semua busana pemain Rampak Bedug tampak berwarna-warni demi menciptakan kesan modern.

Sejarah Rampak Bedug

Berdasarkan artikel yang ada di halaman Kebudayaan Kemendikbud, pementasan Rampak Bedug pertama kali digelar sekitar tahun 1950-an. Pada saat itu, kesenian ini berfungsi sebagai pengiring dalam pertandingan antar kampung yang ada di Kecamatan Pandeglang. 

Dari sini kemudian kawasan Pandeglang disebut sebagai pendiri Rampak Bedug. Sampai tahun 1960, kesenian ini masih menjadi salah satu hiburan favorit masyarakat dan telah menyebar hingga ke daerah lain seperti Kabupaten Serang. 

Pada tahun 1960-1970, seorang tokoh masyarakat bernama Haji Ilen mulai menciptakan Rampak Bedug yang lebih kreatif. Selain Haji Ilen, ada juga Juju, Rahmat, dan Burhata yang juga dikenal sebagai tokoh seni Rampak Bedug.

Berkat keempat tokoh tersebut, kesenian Rampak Bedug makin terkenal dan menyebar ke daerah-daerah di kawasan Banten. Hingga akhir 2002, sudah banyak kelompok pemain Rampak Bedug yang ada di tengah-tengah masyarakat. 

Bisa dibilang, Rampak Bedug saat ini merupakan hasil kreasi dari keempat tokoh yang telah disebutkan di atas.

Baca juga: Mengenal Kesenian Ubrug Banten yang Melegenda

Rampak Bedug di Masa Modern

Di masa lalu, Rampak Bedug hanya dimainkan oleh kaum laki-laki. Namun, Rampak Bedug di masa modern seperti sekarang biasanya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Adapun formasi pemainnya sekitar 10 orang, 5 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. 

Beberapa pusat perbelanjaan di Banten terkadang menggelar kesenian ini untuk menghibur pengunjung yang menunggu waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan. 

Itulah ulasan singkat mengenai kesenian Rampak Bedug Banten sebagai salah satu kebudayaan unggulan di Indonesia. Semoga tradisi ini tetap lestari hingga masa yang akan datang, ya!


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *